Pekerjaan konstruksi merupakan rangkaian kegiatan dinamis dan kompleks untuk mewujudkan detailed design dan spesifikasi teknis yang ditetapkan. Metode pelaksanaan dan metode kerjanya sangat dipengaruhi kondisi aktual yang dihadapi di lapangan. Oleh karena itu sering terjadi perubahan / penambahan dalam pelaksanaannya. Bila hal itu tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber klaim yang dapat ber-eskalasi menjadi perselisihan bahkan sengketa diantara Pengguna Jasa dan Penyedia.
Dalam pada itu cara penyelesaian sengketa yang lazim dilakukan tidak selalu memberikan solusi yang diharapkan oleh masing-masing pihak. Negosiasi langsung diantara para pihak tidak selalu mudah karena kuatnya subyektifitas masing-masing. Menggunakan jasa Mediator dan / atau Konsiliator juga tidak terlalu efektif karena baik mediator maupun konsiliator tidak diberi amanat memberikan rekomendasi yang mengikat. Demikian pula bila menggunakan Panel Arbitrase atau bahkan Litigasi di Pengadilan, karena para pihak yang bersengketa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusannya, sehingga seringkali putusan arbitrase atau pengadilan sulit di eksekusi. Apalagi para arbiter dan hakim tidak mengikuti perkembangan penyelenggaraan kontrak tersebut sehingga pemahaman mengenai penyebab sengketa kontrak itu bisa tidak lengkap.
Sejak empat dekade yang lalu penyelesaian sengketa kontrak seperti itu semakin dihindari di berbagai negara. Sebagai solusinya berkembang opsi penggunaan Dewan serngketa, yang dianggap lebih efektif dan efisien. Dengan opsi ini dimungkinkan upaya pencegahan sengketa melalui pemberian rekomendasi profesional dari para ahli dewan sengketa yang sejak awal kontrak konstruksi telah menncermati perkembangan pekerjaan. Bilapun terjadi sengketa, para pihak diberi kesempatan luas menyampaikan pendapatnya, sehingga putusan yang diberikan ahli dewan sengketa dapat lebih obyektif – akurat – efektif.
Keberadaan dewan sengketa dapat mengurangi terjadinya friksi yang dapat mengganggu hubungan baik diantara para pihak. Dan karena pendekatan dewan sengketa yang proaktif, maka selama proses penyelesaian sengketa tidak mengganggu kesinambungan pekerjaan dilapangan.
Best practice di berbagai negara itu pada akhirnya memperoleh landasan hukum untuk dilakukan di Indonesia, dengan terbitnya Undang Undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi beserta aturan-aturan pelaksanaannya, yang mengamanatkan dewan sengketa sebagai salah satu opsi penyelesaian sengketa kontrak konstruksi. Tentu implementasinya di Indonesia tidak cukup dengan landasan hukum itu saja. Diperlukan prasyarat lain untuk berlangsungnya peran dewan sengketa itu, terutama: jaminan kompetensi ahli dewan sengketa; tersedIanya pedoman kerja dewan sengketa; serta yang terpenting terbentuknya ahli dewan sengketa yang dijaga dengan kode etik & tata laku menuju profesionalitas, integritas, dan imparsialitas dalam pelaksanaan tugasnya.
Dalam kaitan itulah PADSK hadir untuk melakukan pelatihan & pengembangan ahli dewan sengketa di Indonesia. Disamping itu juga untuk membantu pemerintah dalam sosialisasi dan advokasi mengenai penyelenggaraan dewan sengketa kontrak konstruksi.